CARI

Rabu, 15 Desember 2010

FILOSOFI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Makalah Mk. Pengantar Teknologi Pendidikan (2)
Dewi Salma Prawiradilaga
Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan
IKIP Jakarta
1999
makalahTP2\DSP. 2
Tulisan ini merupakan makalah lanjutan yang digunakan sebagai
bahan bacaan untuk matakuliah Pengantar Teknologi Pendidikan.
Walaupun para mahasiswa jurusan Kurikulum dan Teknologi
Pendidikan tidak disiapkan untuk menjadi guru, namun mereka
harus mengetahui suka duka dan situasi belajar mengajar yang
terjadi di sekolah atau di mana saja. Dengan mengacu pada
pendapat ini maka, bagian akhir makalah membahas hal tersebut
secara sederhana.
Namun, sebelumnya, agar mahasiswa mampu menganalisis proses
belajar mengajar dengan sebaik-baiknya, maka mereka memerlukan
landasan berpikir yang stabil dan menjadi ciri khas dari seseorang
yang mendalami bidang teknologi pendidikan. Berpikir sistemik dan
berlandaskan system dibahas pada bagian awal makalah ini. Dengan
demikian, mahasiswa sudah dipersiapkan sebelumnya bagaimana
mengamati kejadian sehari-hari di kelas, bagaimana proses belajar
bisa terjadi dalam diri seseorang dan bagaimana lingkungan belajar
yang sehat harus dipersiapkan.
Dengan makalah ini, diharapkan bacaan dasar di bidang teknologi
pendidikan sementara dapat diatasi. Tentu saja masukan dari
pembaca sangat bermanfaat bagi perbaikan yang akan dilaksanakan
nanti. Selamat belajar !
DSP/1999.
makalahTP2\DSP. 3
Pengantar hal. 2
Daftar Isi hal. 3
I. Landasan Berpikir hal. 4
 Pengertian hal. 4
 Proses Belajar hal. 4
 Analisis Siswa hal. 7
 Persepsi hal. 9
II. Sistem hal. 11
 Ruang Lingkup Sistem hal. 11
 Pendekatan Sistem hal. 14
III. Interaksi Belajar-Mengajar hal. 18
* Interaksi Belajar-Mengajar hal. 18
* Model Interaksi Belajar-Mengajar hal. 19
* Peran Guru hal. 21
IV. Media Instruksional dan Sumber Belajar hal. 24
 Media Instruksional hal. 24
 Peran Sumber Belajar hal. 25
Bacaan hal. 27
makalahTP2\DSP. 4
 Pengertian
Teknologi pendidikan memandang proses belajar sebagai suatu peristiwa
internal. Proses belajar disebut internal karena terjadi dalam diri siswa. Sejauh
ini sudah banyak sekali teori belajar yang dirumuskan oleh para pakar dengan
berbagai pendekatan ilmu. Proses belajar dapat ditinjau dari berbagai disiplin
ilmu. Sebagai contoh, psikolog beranggapan bahwa proses belajar sebagai suatu
proses kognitif, sedangkan pakar komunikasi beranggapan bahwa proses belajar
adalah suatu pemrosesan informasi dalam diri seseorang.
Teknologi pendidikan mengadaptasikan konsep pendekatan sistem sebagai
kerangka berpikir. Tatakerja pendekatan sistem menelaah masalah pendidikan
atau belajar dari berbagai sudut pandang hingga menghasilkan beberapa
alternatif. Penyelesaian masalah dipilih dari alternatif tadi. Pendekatan sistem
juga memandu pola berpikir penyelesaian masalah dengan efisiensi.
Banyak sekali faktor yang dapat menghambat atau mendukung terjadinya
proses belajar. Upaya teknologi pendidikan bersifat kongkrit, yaitu penciptaan
atau rancangan lingkungan belajar, atau sering disebut faktor eksternal belajar.
Rancangan kegiatan instruksional beserta guru adalah lingkungan belajar yang
biasa ditemui sehari-hari dan dianggap berpengaruh banyak terhadap proses
belajar. Kedua factor eksternal tersebut akan dibahas sebagai bagian dari
Kegiatan Belajar 2 dari modul ini.
 Proses Belajar
Perhatian teknologi pendidikan terhadap proses belajar dikemukakan oleh
Percival dan Ellington, 1984 dalam rumusan konsep orientasi siswa (studentoriented)
sebagai suatu pendekatan dalam mengatasi kesulitan proses belajarmengajar.
Keduanya berpendapat bahwa kebutuhan setiap individu siswa
makalahTP2\DSP. 5
merupakan bahan pertimbangan terpenting dibandingkan komponen lainnya
dalam dunia pendidikan; terutama demi tercapainya tujuan belajar. Berikut
rincian proses belajar.
a. Definisi Belajar
Bagi Kemp & Dayton, 1985, belajar “sebagai suatu proses terjadi pada
seseorang sebagai suatu pengalaman. Belajar berlangsung manakala
perilaku seseorang dimodifikasi – atau terjadi jika seseorang berpikir atau
bertindak berbeda”. Heinich, et al, 1993 menganggap belajar sebagai
pengembangan pengetahuan, keahlian, atau sikap ketika seseorang
berinteraksi dengan informasi dan lingkungan. Bagi mereka, waktu dan
tempat belajar tidak tertentu, belajar bisa terjadi kapan saja. Bagi Ellington
& Haris, 1986, proses belajar adalah perubahan perilaku menetap (permanen)
akibat pengalaman dan instruksional terarah.
b. Peristiwa Belajar
(1). Belajar sebagai suatu pemrosesan informasi
Gagne, Briggs, dan Wager menjabarkan peristiwa belajar berdasarkan pola
pemrosesan informasi seperti berikut ini.
Menurut teori pemrosesan informasi, belajar terjadi karena seseorang
menerima informasi dari lingkungan. Informasi kemudian diterima
seketika melalui memori jangka pendek. Pengendapan dan penyimpanan
informasi tadi dilakukan oleh memori jangka panjang. Sebelum
diendapkan, informasi tadi diolah dan disesuaikan dengan pola berpikir
individu. Untuk optimalisasi proses belajar, diperlukan pemantauan dan
harapan sebagai penggerak dan motor bagi kemajuan belajar agar mudah
jika informasi tersebut dibutuhkan. Gambar proses belajar dapat dilihat pada
halaman berikuti.
(2). Model-model kegiatan belajar.
makalahTP2\DSP. 6
(Belajar sebagai suatu pemrosesan informasi, Gagne, et al, 1992).
Kegiatan belajar tidak hanya terjadi di sekolah, tetapi mengandung arti luas.
Belajar dapat multidimensi, tidak tergantung usia dan jadwal atau bisa
terjadi di mana saja selama situasi memungkinkan. Plomp & Ely, 1996 dalam
International Encyclopedia of Educational Technology berhasil merumuskan
beberapa model belajar.
Model-model belajar tersebut diantaranya adalah
- belajar langsung (direct instruction) yaitu kegiatan belajar yang berpola
pada belajar berstruktur dengan mengikuti kurikulum yang berlaku.
Pola belajarnya adalah pola konvensional yang memerlukan kehadiran
guru, mengandalkan kegiatan tatapmuka, serta membutuhkan
L
I
N
G
K
U
N
G
A
N
KONTROL
PELAKSANA
P
E
M E
B F
E E
R K
I
PENGHASIL
RESPON
HARAPAN/
KEINGINAN
P
E
N
E
R
I
M
A
P
E
N M I
E E N
R L D
I A E
M L R
A U A
A I
N
MEMORI
JANGKA
PENDEK
MEMORI
JANGKA
PANJANG
makalahTP2\DSP. 7
lingkungan khusus. Penyediaan media, ruang kelas, dan perpustakaan
adalah contoh-contoh yang termasuk lingkungan khusus.
- Belajar secara terbuka (open learning) : kegiatan belajar yang tidak
terpaku pada kegiatan belajar di kelas, atau tidak memiliki jadwal dan
lokasi tetap untuk bertatap muka. Belajar terbuka juga tidak mengenal
batasan umur. Sudah tentu kehadiran guru tidak lagi menjadi syarat
mutlak bagi proses belajar. Kemandirian sangat dituntut dari siswa.
Belajar terbuka dapat diterapkan untuk peserta dalam jumlah yang
banyak (massa). Kurikulum yang digunakan sama dengan kurikulum
bagi kelas konvensional.
- Belajar kooperatif (cooperative learning) : suatu inovasi dari situasi belajar
di kelas, yang memanfaatkan keterlibatan dan kerjasama seluruh siswa.
Belajar kooperatif memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar lebih
banyak lagi dari siswa lain sewaktu penyelesaian suatu tugas kelompok.
Bagi siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata temannya, ia
dapat dipilih untuk menjadi tutor.
 Analisis Siswa
Seperti tersebut tadi, peristiwa belajar merupakan proses internal. Pengamatan
terhadap siswa sebaiknya dilakukan sejak dini, karena siswa memerlukan
kesiapan mental dan akademik. Pengamatan diprioritaskan pada aspek :
a. Karakteristik umum
Kondisi fisik sejak lahir, merupakan karakteristik umum siswa yang tidak
dapat diubah. Sebagai contoh, kondisi indera penglihatan siswa, yaitu
mengenai ketajaman visual. Setiap individu siswa memiliki ketajaman visual
berbeda. Bagi siswa yang memiliki ketajaman visual kurang dari rata-rata,
maka ia dapat dibantu dengan penggunaan kacamata. Siswa juga memiliki
makalahTP2\DSP. 8
sifat dan karakter tertentu yang tidak atau belum tentu dapat diubah melalui
proses belajar.
Bagi Heinich, Molenda, dan Russell, 1996, karakteristik umum adalah
analisis keadaan siswa dan latar belakangnya; tidak terkait dengan materi
belajar, tetapi dapat membantu menentukan tingkat kesulitan, pemilihan
pesan (materi belajar). Umur, kelas/tingkat, pekerjaan, serta posisi adalah
contoh dari karakteristik umum. Ketiga pakar menyebutkan pentingnya
karakteristik umum siswa untuk dikaji. Karakteristik umum cenderung
statis, dan menetap selama beberapa waktu, dan tidak berubah hanya karena
seseorang belajar.
b. Karakteristik Akademik
Karakteristik akademik berkaitan dengan kemampuan prasyarat siswa.
Kemampuan prasyarat merupakan kemampuan yang menjadi landasan bagi
penguasaan materi yang akan dipelajari oleh siswa. Kemampuan prasyarat
bisa bersifat inti (essential), yaitu kemampuan yang menjadi bagian dari
penguasaan materi atau keahlian yang akan dipelajari. Kemampuan
prasyarat bersifat pendukung (supportive) yaitu kemampuan prasyarat yang
membantu memperlancar penguasaan materi baru.
c. Tipe Belajar
Analisis siswa dapat dilakukan dengan menganalisis unsur psikologis serta
kebiasaan belajar. Unsur psikologis tersebut misalnya tentang
pengelompokkan tipe kecerdasan setiap individu siswa berdasarkan suatu
teori; misalnya teori Gardner tentang kecerdasan ganda. Gardner
berpendapat bahwa setiap individu memiliki lebih dari satu kemampuan.
Klasifikasi kemampuan menurutnya yaitu logika-matematis, kebahasaan,
kelenturan gerak, musik, ruang, hubungan antar manusia (interpersonal),
dan intra-diri (intrapersonal).
makalahTP2\DSP. 9
 Persepsi
a. Konsep dasar persepsi
Satu hal yang perlu diwaspadai sehubungan dengan proses belajar adalah
persepsi. Persepsi adalah awal dari segala macam kegiatan belajar yang bisa
terjadi pada setiap kesempatan, disengaja atau tidak. Fleming & Levie
mempercayai persepsi sebagai “suatu proses penerimaan informasi yang
rumit, yang diterima atau diekstrasi manusia dari lingkungan …….. persepsi
termasuk penggunaan indera manusia”. Kemp & Dayton, 1985 menganggap
persepsi “sebagai suatu proses dimana seseoang menyadari keberadaan
lingkungannya serta dunia yang mengelilinginya”. Persepsi terjadi karena
setiap manusia memiliki indera untuk menyerap obyek-obyek serta kejadian
di sekitarnya.
c. Persepsi visual
Secara khusus, Rieber, 1994 menyatakan pentingnya persepsi visual.
Persepsi visual sangat berperan karena proses ini menunjukkan kemampuan
seseorang untuk mengikuti, menyadari, menyerap arti atau makna dari
tampilan visual di sekitarnya secara selektif. Ia juga percaya bahwa manusia
terbiasa untuk berpikir secara visual atau memiliki gambaran visual dalam
otaknya, walau informasi yang diterima berbentuk verbal. Sebagai contoh, si
Ani membaca kata ‘kucing’. Pesan verbal yang diterima si Ani, selanjutnya
sudah diterima dalam bentuk visual. Ani dapat membayangkan wujud
kucing dalam pikirannya walaupun ia tidak melihat kucing melintas di
depannya. Persepsi visual tergantung atas pengetahuan dan pengalaman
sebelumnya.
d. Prinsip dasar persepsi
Prinsip-prinsip dasar persepsi (Fleming & Levie, 1978) meliputi antara lain :
- persepsi bersifat relatif
makalahTP2\DSP. 10
Prinsip relatif menyatakan bahwa setiap orang akan memberikan
persepsi yang berbeda, sehingga pandangan terhadap sesuatu hal sangat
tergantung dari siapa yang melakukan persepsi.
- persepsi bersifat sangat selektif
Prinsip kedua menyatakan bahwa persepsi tergantung pada pilihan,
minat, kegunaan, kesesuaian bagi seseorang.
- persepsi dapat diatur
Persepsi perlu diatur atau ditata agar orang lebih mudah mencerna
lingkungan atau stimulus (baca : materi belajar).
- persepsi bersifat subyektif
Persepsi seseorang dipengaruhi oleh harapan atau keinginan tesebut.
Pengertian ini menunjukkan bahwa persepsi sebenarnya bersifat
subyektif.
- persepsi seseorang atau kelompok bervariasi, walaupun mereka berada
dalam situasi yang sama. Prinsip ini berkaitan erat dengan perbedaan
karakteristik individu, sehingga setiap individu bisa mencerna stimuli
dari lingkungan tidak sama dengan individu lain.
makalahTP2\DSP. 11
 Ruang lingkup Sistem.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, disiplin teknologi pendidikan
membutuhkan alur pemikiran yang tegas dan jelas dalam mengatasi masalah
belajar. Pendekatan sistem merupakan suatu “budaya” berpikir bagi setiap
orang yang berkecimpung dalam bidang teknologi pendidikan. Berkaitan
dengan pola berpikir pendekatan sistem, modul ini membahas subtopik yang
relatif mempunyai hubungan erat. Sistem dikelompokkan berdasarkan :
a. Jenis
Penjabaran sistem menurut kamus, seperti dikutip oleh Banathy, adalah “….
…. satu rangkaian obyek yang terintegrasi oleh interaksi atau unsure
ketergantungan reguler; keseluruhan yang terorganisasi, sebagaimana sistem
tatasurya atau sistem telegraf”. Banathy menggarisbawahi kedua contoh –
sistem tatasurya dan sistem telegraf. Pakar tersebut membedakan ada sistem
alam dan buatan manusia. Untuk teknologi pendidikan, maka yang dibahas
adalah sistem yang termasuk buatan manusia.
b. Jenjang
Kategorisasi sistem menurut jenjang meliputi :
(1). Sistem
Sistem menurut Banathy sendiri, yaitu “organisme sintetis yang sengaja
dirancang, terdiri atas komponen-komponen yang terkait dan tergantung
satu sama lain, dan bekerja sama secara terintegrasi untuk mencapai tujuan
belajar yang sudah ditetapkan “. AECT (1977) merangkum beberapa definisi
dari beberapa sumber. Definisi-definisi tersebut diantaranya berasal dari
Silvern, yang merumuskan sistem sebagai “struktur atau pengaturan dari
keseluruhan, menunjukkan keterkaitan antar bagian-bagiannya pada suatu
proses dalam satu kerangka berpikir”, menurut Kaufman, sistem itu,
makalahTP2\DSP. 12
“(sistem sebagai proses rancangan) keseluruhan bagian-bagian yang bekerja
secara independen dan bersama-sama untuk mencapai hasil yang baik”.
(2). Subsistem
Sistem mempunyai bagian atau unsur di dalamnya. Unsur atau bagian yang
terlibat di dalam sistem disebut subsistem. Kutipan AECT atas pendapat
Silvern mengenai subsistem, yaitu “……ada dua atau lebih bagian yang
tertata rapih, …. bsa berbentuk komponen –komponen atau satu kelompok
komponen bersama-sama melaksanakan pekerjaan dalam suatu sistem yang
rumit”. Dalam satu sistem, biasanya setiap subsistem memiliki tata kerja
berbeda dari subsistem-subsistem lain. Koordinasi dan kerjasama diantara
komponen itu sendiri merupakan hal yang lebih penting.
(3). Suprasistem
Di lingkungan masyarakat banyak sekali sistem; selanjutnya sistem-sistem
tadi membentuk sistem lainyang jauh lebih besar, lebih rumit, dan lebih
canggih. Sistem terbesar disebut suprasistem. Ilustrasi pada halaman
berikut mewakili konsep sistem secara hierarkikal.
c. Cara bekerja / berpikir
Cara kerja sistem sangat bervariasi. Di bawah ini uraian cara kerja sistem
yang berkaitan denga fungsi sistem tersebut dalam bidang teknologi
pendidikan.
(1). Terbuka vs tertutup
Ditinjau dari cara kerja, sistem bisa bersifat terbuka. Suatu sistem terbuka
biasanya menerima masukan dari lingkungan, kemudian mentransformasi
masukan tersebut menjadi kegiatan-kegiatan dalam sistem, lalu
menghasilkan keluaran untuk lingkungan tadi sehingga dapat memperoleh
umpan-balik. Dengan mengkaji umpan-balik, diharapkan sistem tersebut
dapat memperbaiki diri.
makalahTP2\DSP. 13
Sistem tertutup bekerja sebaliknya. Sistem jenis ini tidak dapat menerima
masukan dari luar tatakerjanya. Sistem tertutup bersifat baku. Proses
pencernaan makanan pada manusia, cara kerja komputer (dengan subsistem
keyboard, CPU, monitor, disk drive, serta printer) adalah dua contoh dari
sistem tertutup.
(konsep sistem secara hierarkikal)
(2). Sistem analisis
Heinich dan Schiffman dalam Anglin, 1996 mengajukan rumusan sistem
analisis. Bagi Heinich, sistem analisis merupakan tehnik yang
menggabungkan dan mengkaitkan komponen-komponen – lama dan baru –
kemudia membentuk sistem baru, atau rancang-ulang sistem dengan
maksud agar sistem baru bekerja lebih efektif lagi dalam mencapai
tujuannya. Sedangkan Schiffman berpendapat bahwa sistem tersebut dapat
Subsistem
Sistem
Sistem
Suprasistem
makalahTP2\DSP. 14
terbagi dua menjadi pengumpulan data dan analisis data. Berdasarkan
kedua pendapat pakar, maka sistem analisis sangat bermanfaat untuk
menguji keefektifan program kerja, berdasarkan data dan hasil analisis.
Hasil analisis dijadikan acuan untuk memperbaiki sistem lama atau
membentuk sistem baru berdasarkan dukungan data dan masukan.
(3). Sistem pandang (system view)
Pola berpikir a la sistem perlu ditanamkan untuk berbagai masalah
pendidikan atau instruksional. Penerapan pola berpikir dalam menanggapi
masalah disebut sistem pandang (system view). Hal ini seiring dengan
pendapat Banathy, yakni bahwa konsep berpikir sistem (buatan) utuh perlu
diterapkan. Penerapan ini dikembangkan dan ditata sedemikian rupa agar
tujuan dapat tercapai. Seandainya pola berpikir sistem sudah melekat atau
menjadi kebiasaan, maka seseorang yang berpatokan pada konsep sistem
akan menghasilkan rumusan yang sistemik.
 Pendekatan Sistem
a. Pengertian Pendekatan sistem
(1). Rumusan konsep
Dalam buku mengenai definisi, AECT mengutip definisi pendekatan sistem.
Salah satu definisi tersebut dirumuskan oleh Kaufman. Ia menyatakan
“pendekatan sistem merupakan suatu proses pencapaian hasil atau tujuan
logis dari pemecahan masalah dengan cara efektif dan efisien, dan dianggap
sebagai suatu metode ilmiah”. Pakar ini menambahkan bahwa bisa saja
pendekatan sistem dianggap sebagai suatu proses yang harus
diidentifikasikan , kemudian masalahnya dipilih, persyaratan dan alternatif
pemecahan diatur dan dipilih. Setelah itu, ditentukan metode serta sarana
yang dibutuhkan. Pemecahan masalah terpilih perlu dievaluasi melalui
serangkaian ujicoba untuk mendapat masukan. Masukan tersebut kemudian
dijadikan bahan perbaikan atas alternatif terpilih tadi.
makalahTP2\DSP. 15
(2). Penerapan
Teknologi pendidikan menggunakan konsep pendekatan sistem sebagai pola
berpikir dalam menanggulangi kesulitan suatu proses belajar (dan
mengajar). Masalah yang timbul tidak hanya dipertanyakan dalam wujud
saja atau dengan kata tanya “apa?”, tetapi mengupayakan agar penyebab
serta alternatif bisa segera dirumuskan. Dalam hal ini, teknologi pendidikan
perlu mempertanyakan “mengapa?”, selain “bagaimana?”. Kedua kata
tanya tersebut perlu dijawab dan disusun jawabannya secara logis. Setelah
itu, masalah kembali dikaji ulang dengan baik sehingga tercapai suatu
struktur alternatif yang mampu menjawab seluruh pertanyaan tadi.
b. Model penerapan pendekatan sistem
(1). Model pendekatan sistem untuk disain belajar.
Skema di bawah ini adalahmodel penerapan pendekatan sistem yang
dikembangkan oleh Brown, Lewis, dan Harcleroad, 1977. Skema ini
dianggap multiguna karena dapat digunakan untuk menjabarkan pandangan
bidang teknologi pendidikan terhadap proses belajar. Skema ini juga
menjelaskan suatu model kegiatan instruksional yang mengacu pada pola
pemikiran pendekatan sistem.
(2). Proses individualisasi sebagai suatu pendekatan sistem.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, teknologi pendidikan sangat
memperhatikan kepentingan siswa dengan mengacu pada pola berpikir
pendekatan sistem. Usaha penerapan pendekatan sistem telah diteapkan
bagi kepentingan individu yang belajar. Romiszowski berhasil merumuskan
proses individualisasi yang sudah dilakukan oleh bidang teknologi
instruksional selama ini.
makalahTP2\DSP. 16
(model penerapan pendekatan sistem dari Brown, et al, 1977).
(2). Proses individualisasi sebagai suatu pendekatan sistem.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, teknologi pendidikan sangat
memperhatikan kepentingan siswa dengan mengacu pada pola berpikir
pendekatan sistem. Usaha penerapan pendekatan sistem telah diteapkan bagi
kepentingan individu yang belajar. Romiszowski berhasil merumuskan proses
individualisasi yang sudah dilakukan oleh bidang teknologi instruksional
selama ini. Penjelasan ilustrasi di atas sebagai berikut.
a. Rumusan
Konsep individualisasi (individualized learning) merupakan upaya teknologi
pendidikan yang mencoba mengatasi perbedaan setiap individu siswa dalam
pola belajar mengajar konvensional. Perbedaan tersebut biasanya berkaitan
dengan kemampuan, tipe belajar dan laju belajar. (lihat : Anderson dalam
Plomp & Ely, ibid, pp. 353 – 358). Keunikan dan kebutuhan siswa secara
Siswa
A. Tujuan Belajar
Tujuan khusus dan
materi
B. Kondisi
2. Pengalaman
Belajar
3. Model
Mengajar - belajar
4. Staf
5. Bahan, peralatan,
dan perangkat keras
6. Fasilitas fisik
C. Sumber
7. Evaluasi dan
revisi,
ubah total
D. Hasil
makalahTP2\DSP. 17
individu sulit diterapkan karena kendala-kendala tertentu. Keterbatasan
kemampuan dan waktu guru, sarana belajar yang tidak memadai, serta
waktu yang kaku merupakan hambatan sehari-hari dalam pola
konvensional.
b. Belajar dan pendekatan sistem
Untuk mengatasi masalah tadi, teknologi pendidikan menawarkan pola
belajar beragam seperti belajar secara terbuka dan belajar mandiri, dan
sebagainya. Alternatif kegiatan belajar ini sangat berbeda dari model belajar
konvensional. Kehadiran guru, jadwal tetap, atau ritme belajar yang harus
sama diantara siswa merupakan persyaratan pola konvensional yang perlu
lagi dipenuhi dalam proses belajar. Upaya penyediaan pola belajar tersebut
termasuk penerapan konsep pendekatan sistem.
c. Pendapat Romiszowski
Romiszowski mengemukakan beberapa alasan mengenai alternatif proses
belajar tersebut. Alasan-alasan tersebut diantaranya adalah :
- alternatif tadi sebagai suatu contoh pola belajar yang memperhatikan
siswa
- perbedaan karakteristik siswa jauh lebih diperhatikan karena siswa tidak
perlu lagi menunggu teman lainnya untuk melanjutkan proses belajar
- model belajar tadi memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan rasa tanggung-jawab terhadap keberhasilan belajar
sendiri.
Individualisasi belajar dapat dilakukan terhadap :
- laju belajar : korelasi kecepatan seseorang dalam mengkaji atau
menelaah materi dengan waktu yang dibutuhkan
- materi belajar, media, dan metode : berkaitan dengan disain pesan
- tujuan belajar, metode serta kriteria evaluasi (belajar).
makalahTP2\DSP. 18
* Interaksi Belajar – Mengajar
a. Faktor eksternal
Belajar memerlukan dukungan dari lingkungan atau faktor eksternal.
Guru, sekolah, serta sarana belajar lain termasuk lingkungan belajar. Situasi
interaktif dituntut agar proses belajar berjalan lancar. Situasi interaktif
adalah situasi yang memungkinkan seorang siswa atau peserta didik
berinteraksi dengan lingkungan belajar fisik (media dan sumber belajar lain)
dan guru atau narasumber. Situasi interaktif perlu memberi kesempatan
kepada siswa / peserta didik untuk menciptakan respon selama proses
penyerapan materi berlangsung. Situasi belajar interaktif juga ditandai
dengan pemberian umpan-balik segera yang dibutuhkan siswa.
b. Kegiatan instruksional
Kegiatan instruksional dianggap sebagai faktor eksternal atau lingkungan
fisik harus dirancang agar bisa menjadi landasan situas interaktif tadi.
Gagne mengungkapkan pada pelaksanaannya kegiatan instruksional, atau
selama peristiwa belajar terjadi, berupa satu rangkaian kegiatan yang
memberi peluang untuk maju. Siswa perlu dilibatkan dalam kegiatan
instruksional.
Heinich, et al, edisi ke 5, 1996 menganggap kegiatan instruksional sebagai
upaya pengaturan informasi dan lingkungan untuk membantu dan
menyediakan berbagai keperluan (facilitate) proses belajar. Lingkungan
tidak hanya berarti lokasi atau tempat proses belajar berlangsung. Termasuk
di dalamnya adalah metode, media, serta perangkat keras yang dibutuhkan
untuk menyampaikan dan menuntun / membina siswa aau peserta didik
untuk belajar. Rumusan mereka itu sejalan dengan pendapat Gagne (edisi ke
makalahTP2\DSP. 19
empat, 1992) mengenai kegiatan instruksional sebagai faktor eksternal
belajar.
* Model Interaksi Belajar-Mengajar
Heinich, et al., 1996 merumuskan interaksi belajar-mengajar berbentuk suatu
proses yang melibatkan pemilihan, pengaturan, dan penyampaian informasi
(materi belajar) serta cara atau usaha siswa untuk berinteraksi terhadap materi
tersebut. Berdasarkan definisi ini kegiatan instruksional perlu dirancang secara
optimal dan hati-hati agar respons atau interaksi bisa terjadi. Jika interaksi
terjadi, maka situasi interaktif berhasil diciptakan. Heinich, et al. menganjurkan
penerapan konsep komunikasi dari Schramm sebagai jalan keluar untuk
menciptakan situasi interaktif.
a. Model interaksi belajar-mengajar dari Schramm
Skema Schramm menggambarkan konsep dasar komunikasi yang
disesuaikan dengan kondisi belajar mengajar.
(Interaksi B – M dari Schramm, dikutip oleh Heinich, et al, 1996).
Landasan skema di atas adalah konsep dasar komunikasi. Interaksi belajarmengajar
yang baik berwujud sebagai suatu komunikasi. Komunikasi terjadi
PENGIRIM PERUMUS kode
(AKTIF)
SIGNAL PERUMUS kode PENERIMA
(PASIF)
NOISE
UMPAN BALIK
BIDANG PENGALAMAN
(Penerima)
BIDANG PENGALAMAN
(Penerima)
makalahTP2\DSP. 20
karena ada pengiriman pesan atau informasi untuk penerima melalui metode
atau saluran tertentu.
Tugas utama pengirim secara aktif, merumuskan pesan dalam bentuk kodekode
atau mengolah pesan sesuai dengan kebutuhan penerima. Kemudian,
pengirim menentukan saluran, metode tertentu disesuaikan dengan pesan
dan sifat penerima. Sebaliknya, tugas utama penerima yaitu mempersiapkan
diri untuk menerima dan mengolah pesan (dan kode-kode) tadi. Penerima,
setelah mencerna pesan, diharapkan dapat memberikan reaksi terhadap
proses pengiriman pesan.
Reaksi atau umpan balik dibutuhkan agar pengirim bisa memantau
kelancaran proses komunikasi. Titik temu atau persinggungan bidang
pengalaman pengirim dan penerima pesan (arsir pada gambar) merupakan
peningkatan pengetahuan atau informasi di pihak penerima sebagai akibat
proses komunikasi.
b. Penerapan dalam PBM
Jika diterapkan pada situasi kelas, skema ini menunjukkan bahwa guru
sebagai pengirim, sedangkan siswa sebagai penerima. Metode penyampaian
dan media disimbolkan sebagai signal. Signal sebenarnya menunjuk pada
proses pengolahan informasi meliputi pemilihan bentuk, rangkaian serta
cara sampai bentuk informasi yang diterima pada siswa. Misalnya, dalam
bentuk metode ceramah dan diskusi kelompok. Adapun titik temu atau
persinggungan yang terjadi antara bidang pengalaman guru dan siswa
dianggap sebagai hasil belajar yang berbentuk peningkatan kemampuan
atau ketrampilan siswa.
c. Model kegiatan instruksional Gagne
Gagne percaya bahwa faktor eksternal sangat berpengaruh terhadap
kelancaran proses belajar. Seperti dikutip oleh Gagne, Briggs, dan Wager,
makalahTP2\DSP. 21
model kegiatan instruksional yang diusulkan oleh Gagne meliputi 9 langkah,
tetapi dapat dibagi menjadi 4 fase. Fase-fase instruksional itu adalah :
(1). Fase Motivasi
Fase ini meliputi dua kegiatan awal, yaitu memusatkan konsentrasi belajar,
menjelaskan tujuan belajar, serta fase pengaktifan materi belajar sebelumnya.
Fase ini menunjukkan bahwa proses belajar perlu dikendalikan oleh guru.
(2). Fase Penyampaian materi belajar.
Fase ini meliputi penyampaian materi belajar (penyampaian materi inti –
materi berkaitan dengan topik, bimbingan belajar, penerapan / latihan
kinerja, serta pemberian umpan balik.
(3). Fase Evaluasi
Fase evaluasi adalah fase pemantauan proses belajar. Fase ini memberi
kesempatan kepada siswa untuk mencobakan kemampuan atau
ketrampilannya dalam situasi tertentu.
(4). Fase Penerapan.
Fase penerapan berkaitan dengan pengaktifan kinerja belajar pada situasi
berbeda dari kondisi belajar-mengajar. Pada fase ini, siswa dituntut untuk
memperlihatkan kemampuannya mengadaptasi kemampuan dalam situasi
lain di luar proses belajar mengajar (PBM).
* Peran Guru
Di Indonesia, seorang guru memiliki tanggung jawab yang sangat besar. Ia
bekerja dengan waktu yang tidak terbatas. Ia tidak hanya mengajar, namun
seringkali ia juga harus mengemban peran mendidik dalam arti yang luas.
Berikut penjelasan tentang profesi guru.
a. Guru sebagai penyaji materi
Fungsi guru yang utama selama ini adalah sebagai penyaji materi. Peran
guru ini menempatkan posisi guru bagi siswa sebagai narasumber. Ia harus
menjabarkan atau menjelaskan materi selama proses belajar berlangsung.
Peran ini terbagi dua, yakni sebagai guru kelas dan guru bidang studi.
makalahTP2\DSP. 22
(1). Guru kelas
Pada tingkat pendidikan dasar, konsep guru kelas diterapkan menyeluruh.
Guru kelas bertanggung jawab atas penyajian seluruh materi belajar serta
pengelolaan kelas di tingkat tertentu. Seorang guru kelas 3 SD, bertanggung
jawab untuk mengajar semua materi yang tercantum dalam kurikulum.
Selain itu, dia juga harus menjadi wali kelas serta mengelola kelancaran
proses belajar mengajar sehari-hari.
(2). Guru bidang studi
Guru bidang studi bertanggung jawab atas satu bidang ajaran, namun
mengajar di seluruh jenjang pendidikan. Guru bidang studi biasanya
ditemui pada tingkat pada tingkat pendidikan menengah (SMP dan SMU).
Jadi, sebagai guru ia bertanggung jawab atas penyajian materinya saja serta
pengelolaan belajar bagi materinya.
b. Multiperan Guru dalam PBM
(1). Guru adalah komunikator
Berkaitan dengan penyajian materi dan penciptaan situasi interaktif di kelas,
guru harus bertindak sebagai komunikator. Seorang guru harus
memikirkan sistem penyampaian materi yang efektif. Untuk melaksanakan
tugas ini, guru perlu mengolahmateri, memilih cara penyampaian, serta
menentukan umpan balik seperti yang dibutuhkan siswa.
(2). Guru adalah perancang sekaligus pengelola PBM
Disamping penyaji materi serta komunikator, seorang guru harus mampu
menjadi perancang lingkungan dan kondisi belajar mengajar. Salah satu
wujud tuga ini berbentuk pengembangan ‘satuan pelajaran’ (SATPEL).
Satuan pelajaran ini merupakan ‘terjemahan’ dari garis-garis besar materi
yang tertuang dalam kurikulum. Satuan pelajaran disusun untuk
kebutuhan materi belajar sehari-hari. Sebagai pengelola, guru harus dapat
mengoptimalkan serta menerapkan teori-teori belajar dan teori
makalahTP2\DSP. 23
instruksional bagi penciptaan proses belajar. Selain itu, guru dituntut harus
jeli untuk memanfaatkan lingkungan bagi kepentingan siswa.
Cangelosi & Ely mendeteksi perubahan peran guru sebagai perancang dan
pengelola seiring dengan tuntutan zaman. Menurutnya, ternyata kewajiban
guru itu multiperan. Ia dituntut harus mampu membina siswa untuk
bersikap kooperatif. Siswa memang perlu dipersiapkan untuk dilibatkan
dalam proses belajar mengajar di kelas. Keberhasilan belajar harus
didukung oleh sikap kooperatif seluruh siswa yang ada di kelas.
(3). Guru adalah evaluator
Sebagai evaluator, guru harus dapat mengamati tingkat keberhasilan siswa.
Ia juga harus menentukan tehnik pengukuran dan criteria keberhasilan
belajar, menentukan format pengurukan hasil belajar. Berkaitan dengan
kesulitan belajar, guru harus mendeteksi kesulitan serta menentukan
penyelesaiannya. Pada akhir masa belajar, biasanya guru tersebut harus
menentukan keberhasilan atau “nilai” yang diperoleh siswa sebagai bahan
pertimbangan untuk kenaikan jenjang belajar.
makalahTP2\DSP. 24
* Peran Media Instruksional
a. Pengertian Media Instruksional
(1). Media sebagai saluran komunikasi belajar –mengajar
Sebagai suatu proses komunikasi, interaksi belajar-mengajar memerlukan
saluran tertentu untuk menyampaikan materi. Media sangat penting dalam
proses penyampaian materi tersebut. Heinich, et al, edisi keempat,
merumuskan media instruksional sebagai suatu saluran komunikasi,
berbentuk apa saja selama dapat menyampaikan pesan dari pengirim ke
penerima. Dengan demikian, media instruksional bisa dipilih apa saja
selama media tersebut mampu menyampaikan materi dan “membelajarkan”
penerima pesan atau siswa.
(2). Peran media instruksional
Media instruksional digunakan dalam PBM untuk mencegah timbulnya
gejala verbalisme. Gejala ini terjadi karena pesan berupa kata-kata
(pengertian abstrak) yang bisa membingungkan. Media instruksional juga
diharapkan agar menciptakan suasana yang “mendekati” kenyataan.
Kenyataan atau bentuk fisik diwakili oleh media. Seperti disarankan oleh
Bruner dan Dale – dua ahli instruksional – dengan digunakan media dalam
proses belajar, maka proses belajar menjadi lebih mudah. Apalagi jika materi
dimulai dari bersifat kongkrit menuju abstrak kontinum.
b. Kategori media instruksional
Penggunaan media dalam menyampaikan materi berkaitan erat dengan
upaya penggunaan indera manusia secara optimal. Dengan mengaktifkan
seluruh indera manusia, proses komunikasi dapat terbentuk melalui lebih
dari satu saluran saja.
makalahTP2\DSP. 25
(Penyerapan materi menurut Bruner & Dale, dikutip dari Heinich, et al, 1996).
Berdasarkan indera ini, rumusan kategori media instruksional terdiri atas :
- benda nyata atau model
- media audio, misalnya audio kaset
- media visual, misalnya foto
- media audiovisual, misalnya video
- media interaktif : komputer, interactive video, CD-ROM
* Sumber belajar
Sumber belajar merupakan upaya pelembagaan segala bentuk dan karakteristik
media instruksional. Pelembagaan tidak dimaksudkan untuk menunjuk satu
gedung atau satu atap. Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan
materi belajar dan dimanfaatkan oleh lembaga penyelenggara pendidikan. Bagi
Demonstrasi
Simbol
Verbal
Simbol Visual
Gambar Gerak
Televisi
Pameran
Pengalaman “Buatan” (Drama)
Penggalan Pengalaman
Pengalaman Langsung
Abstrak
Kongkrit
makalahTP2\DSP. 26
Percival dan Ellington, seperti dikutip oleh Prawiradilaga, sumber belajar
diarahkan untuk penyelenggaraan proses belajar secara optimal. Sumber belajar
terbagi atas sumber belajar nonmanusia dan manusia.
a. Sumber belajar nonmanusia : Lingkungan
Pada uraian sebelumnya, seringkali lingkungan disebut-sebut dalam proses
belajar. Lingkungan memang merupakan materi belajar yang sangat
bermanfaat. Lingkungan dimana individu berada dapat dimanfaatkan sebagai
sumber materi, baik materi yang terikat dengan kurikulum, maupun materi
yang tidak mengikat namun dapat digunakan pada satu peristiwa belajar.
Lingkungan belajar memang ada yang sengaja diciptakan, seperti museum,
perpustakaan, dan sebagainya. Disamping itu, ada lingkungan alam dan
kebendaan lain yang dimanfaatkan karena kebutuhan akan penyerapan materi
tersebut. Lingkungan belajar tadi termasuk lingkungan belajar bersifat
nonmanusia. Lingkungan yang dirancang sebagai sumber belajar misalnya
museum dan perpustakaan.
b. Manusia sebagai sumber belajar
Manusia, selain guru, bisa berperan sebagai sumber belajar. Istilah sumber
belajar manusia adalah narasumber. Para pakar dan seseorang yang dianggap
ahli atau tahu secara mendalam akan sesuatu hal termasuk kelompok
narasumber. Persyaratan utama narasumber adalah memiliki wawasan luas
mengenai penerapan bidang ilmunya. Selain itu, narasumber perlu memiliki
kemampuan untuk “menularkan” kemampuan atau keahliannya kepada siswa
atau peserta didik.
c. Pusat Sumber Belajar
Pusat Sumber Belajar adalah tempat yang sengaja dirancang untuk
mengembangkan, menggunakan, menyimpan berbagai sumber belajar yang
dimanfaatkan untuk proses belajar. Tentu saja suatu pusat sumber belajar
memerlukan pengelolaan tersendiri agar pemanfaat seluruh sumber belajar
makalahTP2\DSP. 27
yang ada dapat terlaksana secara maksimal. Suatu pusat sumber belajar terdiri
atas sumber belajar nonmanusia dan manusia. Khusus sumber belajar
manusia adalah para tenaga ahli atau pakar yang dapat membantu dan
mendukung setiap pengguna atau peserta didik untuk memanfaatkan sumber
belajar dan mengatasi kesulitan belajar. Beberapa contoh tenaga ahli adalah
tenaga ahli bidang tertentu, misalnya ahli fisika, matematik, ilmu sosial serta
pakar untuk bidang proses belajar, pengembang instruksional serta ahli media
instruksional. Seluruh aspek pusat sumber belajar bersifat sistem, sehingga
setiap pihak memiliki peran penting terhadap proses belajar.
makalahTP2\DSP. 28
Heinich, Robert M.; Michael H Molenda & James D.Russell (1993). Instructional
Media and the New Technologies of Instruction (4th ed.). New York : MacMillan
Publishing, Co.
Kemp, Jerold E. & Diane K. Dayton (1985). Planning and Producing Instructional
Media (5th ed.). New York : Harper & Row, Publ.
Prawiradilaga, Dewi Salma, “Antara PSDM dan Teknologi Pendidikan : Suatu
Gagasan untuk Penerapan Teknologi Pendidikan di Dunia Bisnis”, Makalah.
Kongres II IPTPI di Malang, 1992.
-----------------, “Restrukturisasi Peran PSB bagi Masyarakat Akademik”, Makalah.
Temukarya LSB di IKIP Jakarta, 1993.
Fleming, Malcolm & W Howard Levie (1978). Instructional Message Design
Principles. Englewood Cliffs, NJ : Educational Technology Publ.
Gagne, Robert M & Leslie J. Briggs, Walter W. Wager (1992). Principles of
Instructional Design (4th ed.). Fort Wort, TX : Harcorut, Brace, Jovanovich.
Slavin, Robert E. (1993). Cooperative Learning : Theory, Research, and Practice.
Boston, MA : Allyn & Bacon.
Armstrong, Thomas (1994). Multiple Intelligences in the Classroom. Alexandria,
VA : Association for Curriculum Development.
Saettler, Paul (1990). The Evolution of American Educational Technology.
Englewood, COL. : Libraries Ltd.
Wittich, Walter A. & Charles F. Schuller (1973). Instructional Technology : Its
Nature and Use. New York : Harper & Row, Publ.
Gagne, Robert M. (Ed., 1987). Instructional Technology Foundations. Hillsdale, NJ :
Lawrence Erlbaum Assc., Publ.
Ellington, Hendry & Duncan Harris (1986). Dictionary of Instructional Technology.
London, UK : Kogan Page.
AECT (1977). The Definition of Educational Technology. Washington, DC : AECT.
NSPI (1986). Introduction to Performance Technology. Washington, DC : NSPI.
makalahTP2\DSP. 29
Seels, Barbara & Rita C. Richey (1994). Instructional Technology : The Definitions
and Domains of the Field. Washington, DC : AECT.
Ely, Donald P. & Tjeerd Plomp (1996). Classic Writings on Instructional Technology.
Englewood, COL. : Libraries Unlimited, Inc.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar